Relasi Manusia-Alam dalam Community Forestry Based Management: Analisis Akses dan Keterlekatan Dimensi Sosial Ekonomi dan Ekologi
Relasi Manusia-Alam dalam Community Forestry Based Management: Analisis Akses dan Keterlekatan Dimensi Sosial Ekonomi dan Ekologi

Berita FISIP. Jumat 14 November 2025 - Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar kegiatan Diskusi Dosen & Publik dengan tema Relasi Manusia-Alam dalam Community Forestry Based Management: Analisis Akses dan Keterlekatan Dimensi Sosial Ekonomi dan Ekologi” pada Jumat, 14 November 2025, pukul 09.00-11.20 WIB, bertempat di Ruang Rapat Lt.3 FISIP UIN Jakarta.

Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Sosiologi, dengan sambutan oleh Wakil Dekan Bidang akademik FISIP UIN Jakarta, Dr. Iding Rosyidin, M.Si. Materi utama disampaikan oleh Penyaji, Dr. Joharotul Jamilah, M.Si, dan dibahas oleh Narasumber Dr. Ir. Soni Trison S.Hut, M.Si, IPU, dari IPB University.

Acara dibuka dengan sambutan dari moderator dan perkenalan singkat mengenai narasumber. Selanjutnya, kegiatan memasuki sesi inti berupa pemaparan hasil penelitian oleh Dr. Johrotul Jamilah, M.Si (Ketua Prodi Sosiologi) sebagai penyaji. Beliau menyampaikan hasil penelitian mengenai dinamika pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Desa Jambearum, Jember, yang mencakup gambaran sosial ekologis desa, transformasi kelembagaan pengelola hutan, perubahan kebijakan KHDPK dan kemitraan Perhutani, serta dinamika akses dan eksklusi masyarakat terhadap lahan garapan sebagai sumber penghidupan. Pemaparan juga menyoroti keterkaitan antara kondisi ekologi hutan dengan aktivitas ekonomi masyarakat, serta munculnya bencana ekologis seperti banjir bandang 2024.

 Diskusi ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kebijakan Community Forest Management (CFM) di Indonesia, khususnya Program Perhutanan Sosial (PS), memiliki target luasan 12,7 juta hektar namun baru terealisasi 8,3 juta hektar, menunjukkan adanya tantangan dalam implementasi di tengah tiga dimensi (Sosial, Ekonomi, dan Ekologis). Tantangan yang dihadapi termasuk perubahan aturan, ketidaktahuan masyarakat, dan keterbatasan. Laporan penelitian, dengan studi kasus LMDH Wana Abadi di Jambearum yang terbentuk tahun 2007, menunjukkan program masih dalam proses transisi kebijakan menyusul pengalihan kawasan hutan di Jawa dari Perhutani ke KHDPK.

Setelah pemaparan penyaji, acara dilanjutkan dengan tanggapan ahli oleh narasumber Dr. Ir. Soni Trison, S.Hut, M.Si, IPU dari IPB University. Narasumber memberikan penekanan bahwa implementasi perhutanan sosial dan community forestry di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan struktural, mulai dari perubahan kebijakan, ketimpangan akses lahan, hingga lemahnya pemahaman masyarakat terhadap kelembagaan formal. Selain itu, beliau menyoroti pentingnya penguatan metodologi penelitian, terutama dalam menelaah hubungan kekuasaan, aktor kebijakan, dan pasar yang dapat menciptakan eksklusi dan rekonsentrasi lahan dalam masyarakat desa hutan.

Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab, sesi diskusi dibuka untuk peserta dan berlangsung aktif serta konstruktif. Beberapa poin penting dari diskusi meliputi:

  • Pertanyaan mengenai hubungan kebijakan hutan rakyat dan dinamika konversi lahan, yang dijelaskan narasumber dengan menyoroti ketimpangan kepemilikan lahan, ketergantungan ekonomi masyarakat, dan peran teknologi dalam produksi kehutanan.
  • Pembahasan mengenai konsep eksklusi sosial dalam perhutanan sosial, yang dijelaskan melalui empat bentuk eksklusi: regulasi, pasar, pemaksaan, dan legitimasi.
  • Isu penyelesaian konflik hutan rakyat, yang mengaitkan peran aktor kebijakan, kapasitas desa, kemiskinan, serta perlunya integrasi kebijakan lintas sektor.
  • Diskusi mengenai urgensi advokasi sipil dan peran pemerintah daerah, terutama dalam memperkuat inisiatif lokal dan mendorong perubahan sosial nyata melalui program kehutanan sosial.
  • Catatan moderator mengenai kekuatan pasar dan aktor-aktor yang terlibat dalam eksklusi, yang kemudian disambut penyaji dengan pemaparan tambahan mengenai dinamika lapangan yang terus berubah

Dalam sesi diskusi, fokus tertuju pada konsep Akses dan Eksklusi, di mana eksklusi di sektor kehutanan dipicu oleh empat kuasa, yaitu regulasi, pasar, pemaksaan, dan legitimasi. Sosiolog perlu melihat bagaimana eksklusi ini menciptakan ketimpangan antar kelompok sosial, di mana keberhasilan hutan rakyat seringkali menguntungkan pemilik dari luar desa, menjadikan penduduk lokal hanya sebagai buruh. Penelitian disarankan untuk lebih elaboratif dalam menyambungkan dinamika pasar dan bagaimana kebijakan (regulasi) dapat berfungsi ganda, yaitu membuka akses sekaligus menciptakan eksklusi.

Diskusi ditutup dengan kesimpulan bahwa riset ini memiliki peran strategis dalam menghasilkan pengetahuan sosiologis mengenai eksklusi di sektor kehutanan dan mendorong kolaborasi untuk pengembangan produk dan pendampingan masyarakat. Secara keseluruhan, kegiatan Diskusi Dosen & Publik ini berlangsung dengan baik, interaktif, dan memberikan banyak masukan berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kebijakan terkait pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Acara ditutup pada pukul 11.20 WIB, dan diharapkan mampu memperkuat tradisi akademik serta membuka peluang kolaborasi riset di masa mendatang.(Mila)