Webinar Dualisme Arah Kebijakan Turki di Era Erdogan
Webinar Dualisme Arah Kebijakan Turki di Era Erdogan

Himpunan Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional (Himahi) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta menggelar sebuah webinar yang mendiskusikan mengenai kebijakan Turki di era Erdogan yang kerap terdapat dualisme di dalamnya. Turki di era Erdogan beberapa kali  mengalami perpaduan kebijakan yang terdapat nilai-nilai Islam di dalamnya, namun masih dalam wajah sekuler.

Narasumber pada webinar kali ini, Bernando J. Sujibto atau yang akrab disapa dengan sebutan Pak BJ merupakan seorang Dosen Program Studi Sosiologi di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta yang meraih gelar masternya di Universitas Selcuk, Turki. selain itu, beliau juga merupakan founder dari Spirit Turki dan telah menulis beberapa buku terkait dengan negeri dua benua tersebut, diantaranya: Turki yang Tak Kalian Kenal!, Jalan-Jalan ke Turki, serta Turki yang Sekuler.

Dalam menyampaikan materi, narasumber memulai dengan menjelaskan latar belakang dari sosok Recep Tayyip Erdogan, yakni, dalam konteks bagaimana Erdogan muda berkembang dan terbentuk secara pendidikan.. Menurut pemateri, hal ini penting untuk bisa melihat fondasi serta pijakan awal dari seorang Erdogan sampai bisa berkembang hingga sejauh ini. Terdapat tiga hal yang paling mendasar yang membentuk sosok Recep Tayyip Erdogan, diantaranya:

  1. Imam Hatip, merupakan lembaga pendidikan yang berbasis Islam. Jika di Indonesia dapat diasosiasikan atau disamakan dengan sekolah madrasah. Meskipun sekolah ini sempat mengalami banyak tekanan seperti ditutup paksa, namun tetap menjadi bagian dari perkembangan sejarah kebudayaan dan sosial turki secara umum. Sebagai lembaga pendidikan yang mendesain programnya dengan berlandaskan nilai-nilai keislaman, murid-murid Imam Hatip memiliki pemahaman tentang Islam yang dapat dikatakan lebih kaya. Dari sinilah sosok Erdogan muda mengenal islam lebih banyak dari anak-anak Turki seusianya.
  2. Milli Türk Talebe Birliği, sebuah komunitas atau organisasi pelajar berhaluan nasionalis pada masa menempuh pendidikan di Imam Hatip. Organisasi ini mempromosikan nilai-nilai Turki mulai dari sejarah, budaya, bahasa, dan aspek lain dari Turki. Erdogan merupakan seseorang yang sangat aktif dalam organisasi ini dan dari sinilah langkahnya sebagai seorang aktivis dimulai, yakni, aktivis yang berjiwa islamis serta nasionalis.
  3. Edebiyat (bacaan) menjadi aspek penting yang turut membentuk karakter Erdogan. Di antara karya-karya penulis yang berpengaruh dalam hal ini adalah Necip F.K., Mehmet A. E, Mevlana, Yunus Emre, Bektaş Veli.

Setelah membahas mengenai latar belakang seorang Erdogan, penyampaian selanjutnya adalah mengenai riwayat atau perjalanan politik Erdogan hingga bisa sampai sejauh ini, yakni menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh baik di negaranya maupun di dunia.

Pertama, menjadi ketua dari Millî Selâmet Partisi (1976) yakni organisasi sayap pemuda dari sebuah partai politik.

Kedua, Refah Partisi (1983), partai dibawah kuasa Necmettin Erbakan yang juga merupakan sosok guru dari seorang Erdogan.

Ketiga, İstanbul Büyükşehir Belediye Başkanlığı (1994–1998), Erdogan menjabat sebagai walikota di Istanbul yang pada masa jabatannya sempat berhasil dalam menangani banyak krisis.

Keempat, Adalet ve Kalkınma Partisi (pendiri dan ketua, 2001). Keberhasilannya sebagai walikota Istanbul membuatnya semakin dipercaya dan terus berkembang dengan mendirikan partai. Pada pemilu 2002, partai yang didirikannya langsung meraih kemenangan besar yang kemudian menjadi jejak awal baginya untuk menjadi perdana menteri sejak 2003 sampai 2014 dan langsung meneruskan karirnya sebagai seoran presiden. Sepak terjangnya dalam memimpin Turki telah dimulai sejak 2002 hingga saat ini.

Setelah menjelaskan mengenai latar belakang Erdogan dari sisi pendidikan dan karir politik, pembahasan terakhir dari webinar kali ini dan bisa dikatakan sebagai pembahasan inti membicarakan mengenai kebijakan di era Erdogan sekaligus refleksinya dalam kehidupan sosial Turki. Menurut pemateri, pada bagian ini terdapat empat hal yang kiranya dapat menjadi fondasi:

  1. Komşularla sıfır sorun (zero enemies in neighbour country), merupakan sebuah kebijakan luar negeri Turki yang tidak menginginkan adanya musuh-musuh di negara negara tetangga mereka. Ini menjadi satu hal penting dalam menjaga situasi di kawasan regional. Namun sejak 2006, ketika tekanan dari Negara tetangga semakin keras seperti misalnya terkait persoalan terorisme, maka demi kepentingan nasionalnya, pasukan pun dikerahkan. Setidaknya, sejak tahun 2016 sudah terjadi penurunan pasukan yang masif untuk menyisiri perbatasan Turki dan Suriah dengan salah satunya berupa dilakukannya Operasi Cabang Zaitun yang cukup efektif dalam menumpas terror.
  2. Milli Guvenlik yang berarti keamanan nasional. Dalam menjaga stabilitas nasional, langkah pertama yang diambil Erdogan adalah dengan betul-betul menjaga kestabilan ekonomi rakyat Turki. Adapun dalam konteks internasional yakni dengan memainkan dua kaki dengan tujuan memperkuat kondisi nasional. Contohnya dalam hal ini dapat dilihat dari perlakuan Erdogan pada Rusia dan Dari sini dapat terlihat secara gamblang permainan dua kaki Erdogan. Menurut pemateri, kepentingan nasional yang diharapkan adalah untuk menjadikan Turki sebagai penguasa wilayah di regional tersebut yang kuat baik dalam aspek militer, ekonomi, maupun dalam aspek lainnya. Menurut pemateri juga, Erdogan menjadi sosok yang tidak takut ketika berhadapan dengan satu musuh tertentu, seperti misalnya kemarahan atau kritiknya kepada Perdana Menteri Perancis maupun Israel yang disampaikan dengan sangat berani. Hal ini adalah lantaran kemampuan Erdogan dalam membaca apa dan siapa Turki, yakni bukan hanya sekedar mengetahui secara kuantitatif melainkan lebih kepada fondasi ideologis yg mendasari keturkian itu sendiri yang salah satunya adalah Turki sebagai penyambung geografis yang sangat kuat antara Asia dan Eropa. Memainkan kekuatan serta potensi peran perdagangan Turki antara Eropa ke arah Rusia serta negara bekas Uni Soviet lainnya, termasuk menjadi penguasa secara geografis pada daerah Afrika (setidaknya Afrika Utara). Erdogan memiliki kemampuan yang hebat. Beliau merupakan sosok tokoh organik, yakni seorang tokoh yang lahir dari pergulatan politik yang keras, yang dapat menjadi pembelajaran sekaligus pembentuk mental bagi kepribadiannya.
  3. Muslim Communities. Dalam hal ini Erdogan seolah-olah memanfaatkan kekuatannya sebagai juru bicara komunitas muslim. Dia sangat vokal untuk menyuarakan, mendukung, mengambil simpati komunitas-komunitas muslim. Hal ini bisa dipahami dari latar belakang Erdogan serta dari tujuannya untuk membangun kekuatan lebih lanjut yakni dengan membuka kerangka kerja dan support dengan negara-negara komunitas Islam. Misalnya kerjasama dengan Negara-negara selatan yang sebelum masa Erdogan Turki sangat tertutup pada kerjasama dengan Negara-negara tersebut. Kala itu, mata Turki sangat silau (kagum) dengan westernisasi Barat.
  4. Menurut pemateri, salah jika melihat Erdogan hanya sebagai seorang tokoh muslim. Melainkan, penting untuk menyadari posisi Erdogan sebagai seorang politisi. Kita bisa terima poin bahwa Erdogan adalah seorang politisi yang paham agama, namun menjadikannya sebagai tokoh panutan sosok yang paham agama merupakan langkah yang kurang tepat, dilihat dari kebijakan seorang Erdogan itu sendiri. Sebagai contoh adalah perdagangan antara Turki dengan Israel yang terjadi sangat masif di masa Erdogan. Artinya, aspek ini harus ditempatkan pada Erdogan sebagai seorang muslim yang di satu sisi merupakan seorang politisi yang sedang memegang tanggung jawab sebagai seorang kepala negara. Dia tentunya bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas negaranya. Maka dari itu, terlihat wajah dualisme Turki salah satunya ketika berhadapan dengan Israel, di satu sisi bisa tegas, namun di sisi tetap menjalin hubungan yang saling menguntungkan. Menilai tokoh politik seperti Erdogan, haruslah dipandang dari perspektif yang luas, perspektif yang bukan hanya melihat dari penilaian satu sisi saja.